Bisnis Itu Kayak Wilayah: Kalau Nggak Dijaga, Direbut Orang

"Di Jalanan,Pasar,Terminal Pasti Ada Copet..." Di Dunia Digital, Ada Apa, Bro?
Bro, coba kita mulai dengan sebuah kutipan legendaris yang diucapkan dengan nada tenang namun penuh makna oleh almarhum Kang Bahar: "Di jalanan,pasar,terminal pasti ada copet..."
Kalimat itu sederhana, tapi dalem banget. Itu adalah sebuah hukum alam, sebuah pengakuan bahwa di mana pun ada sebuah "wilayah" yang menghasilkan, di sana pasti akan ada persaingan. Pasti akan ada pihak-pihak yang mencoba untuk merebutnya.
Selama bertahun-tahun, kita menonton Preman Pensiun dan mungkin hanya melihatnya sebagai sebuah tontonan tentang dunia premanisme yang dibalut komedi. Kita melihat perebutan kekuasaan atas pasar, terminal, dan lahan parkir. Kita melihat bagaimana sebuah "kerajaan" bisa runtuh, dan bagaimana seorang pemimpin harus beradaptasi untuk bisa bertahan.
Tapi coba kita berhenti sejenak, ganti kacamatanya. Ganti "pasar" dengan pangsa pasar e-commerce. Ganti "terminal" dengan halaman pertama hasil pencarian Google. Dan ganti "lahan parkir" dengan perhatian (attention) audiens di linimasa media sosial.
Tiba-tiba, semua drama yang terjadi di Bandung itu menjadi sebuah masterclass strategi bisnis yang luar biasa relevan. Preman Pensiun, dengan segala kesederhanaannya, ternyata adalah sebuah studi kasus paling "Indonesia" tentang bagaimana cara membangun, menjaga, dan bahkan melepaskan sebuah "wilayah" di tengah persaingan yang brutal.
Di artikel super panjang ini, kita akan melakukan sesuatu yang radikal. Kita akan mengangkat Kang Mus, Kang Bahar, Ujang Rambo, dan Cecep menjadi "dosen tamu" kita. Kita akan mencoba untuk men-"deconstruct" atau membongkar "Sekolah Bisnis Jalanan" ala Preman Pensiun. Kita akan bedah filosofi kepemimpinan mereka, taktik "perang" mereka, dan kebijaksanaan mereka dalam menghadapi perubahan zaman. Dan yang terpenting, kita akan menerjemahkan semua itu menjadi sebuah panduan yang sangat praktis dan actionable bagi lo, para founder, software engineer, dan digital strategist, yang setiap hari juga sedang berjuang untuk bisa mempertahankan "wilayah" digital lo masing-masing.
Apa "Wilayah" Lo di Dunia Digital? Mendefinisikan Ulang Arti Pasar, Terminal, dan Parkiran
Sebelum kita bisa bicara soal strategi, kita harus paham dulu apa "wilayah" yang sebenarnya sedang kita perebutkan.
"Pasar": Pangsa Pasar dan Kategori Produk Lo
Di Preman Pensiun, pasar adalah sumber kehidupan. Siapa yang menguasai pasar, dia yang menguasai aliran uang. Di dunia bisnis, "pasar" lo adalah kategori produk atau pangsa pasar lo.
- Contoh: Di Indonesia, "pasar" ojek online pernah dikuasai oleh ojek pangkalan. Gojek datang dan "merebut" wilayah itu. Kini, Gojek dan Grab adalah dua "penguasa" yang terus bersaing menjaga teritori mereka.
"Terminal": Gerbang Utama Menuju Audiens Lo
Terminal adalah titik di mana semua orang datang dan pergi. Ia adalah gerbang utama. Di dunia digital, "terminal" lo adalah channel-channel utama di mana calon pelanggan menemukan lo.
- Halaman Pertama Google: Ini adalah "terminal" paling premium. Siapa yang berhasil menduduki peringkat teratas untuk kata kunci yang relevan, dialah yang akan menguasai "lalu lintas" organik.
- Algoritma Media Sosial (FYP TikTok, Explore Instagram): Ini adalah "terminal" yang lebih dinamis dan kacau. Lo harus terus-menerus beradaptasi dengan "aturan main" yang berubah-ubah untuk bisa mendapatkan "penumpang".
"Lahan Parkir": Mindshare atau Perhatian dari Audiens Lo
Lahan parkir adalah tentang menguasai sebuah ruang, sekecil apapun itu. Di dunia digital yang super bising, "lahan parkir" yang paling berharga adalah perhatian (attention) atau mindshare dari audiens. Saat seseorang berpikir tentang "sepatu lari", brand apa yang pertama kali muncul di kepalanya? Itulah brand yang berhasil menguasai "lahan parkir" di dalam benak konsumen.
Warisan "Kang Bahar": Pelajaran dari Penguasa Generasi Pertama yang Tak Tergantikan
Setiap pasar selalu memiliki "Kang Bahar"-nya. Sang pendiri, sang perintis, sang penguasa pertama yang kekuasaannya terasa absolut.
Keunggulan Sang Perintis (First-Mover Advantage)
Kang Bahar adalah orang yang membangun "kerajaan" itu dari nol. Ia menetapkan aturan mainnya. Di dunia bisnis, ini adalah perusahaan-perusahaan seperti Nokia di dunia ponsel, Friendster di dunia media sosial, atau Yahoo! di dunia mesin pencari. Mereka adalah yang pertama, dan untuk waktu yang lama, mereka adalah satu-satunya.
Tragedi yang Tak Terhindarkan: Kegagalan Beradaptasi
Namun, warisan Kang Bahar juga mengajarkan kita sebuah pelajaran yang pahit. Kekuasaan, sehebat apapun itu, tidak ada yang abadi. Dunia berubah. "Aturan main" di jalanan (atau di pasar) mulai bergeser. Muncul "pemain-pemain" baru dengan cara-cara yang baru.
Kegagalan Nokia untuk bisa beradaptasi dengan era smartphone, atau kegagalan Yahoo! untuk bisa melihat potensi dari algoritma pencarian Google, adalah cerminan dari sebuah kerajaan yang terlalu nyaman dan terlena dengan kejayaannya di masa lalu, hingga akhirnya harus "pensiun" secara paksa oleh zaman.
"Sekolah Bisnis Kang Mus": Kearifan, Strategi, dan Seni Mengetahui Kapan Harus Pensiun
Di sinilah kita masuk ke inti dari filosofi Preman Pensiun. Kang Mus adalah seorang pemimpin transisi. Ia mewarisi sebuah "kerajaan" yang dibangun dengan cara-cara lama, dan ia harus menavigasinya di tengah dunia yang terus berubah. Pelajaran dari cara berpikirnya sangatlah dalam.
Pilar #1: Strategi dan Otak di Atas Otot dan Kekerasan
Kang Mus sangat jarang berkelahi. "Senjata" utamanya bukanlah otot, melainkan otaknya. Ia adalah seorang ahli strategi yang ulung. Ia lebih memilih untuk bernegosiasi, membangun aliansi, dan berpikir beberapa langkah ke depan.
- Terjemahan di Dunia Bisnis: Berhenti melakukan "perang otot" atau "perang harga" yang hanya akan menghancurkan profitabilitas. Sebaliknya, fokuslah pada "perang otak".
- Strategi Digital Marketing yang Cerdas: Daripada hanya "bakar uang" untuk iklan secara membabi buta, lakukan riset data yang mendalam. Temukan ceruk pasar (niche) yang belum digarap oleh para raksasa. Bangun sebuah Content Marketing yang otentik dan mampu menciptakan sebuah komunitas yang loyal.
- Inovasi Produk yang Tepat Sasaran: Daripada mencoba untuk membangun sebuah produk dengan 100 fitur, fokuslah untuk bisa memecahkan satu masalah inti dari pelanggan lo dengan cara yang 10 kali lebih baik daripada solusi yang sudah ada.
Pilar #2: Kekuatan dari "Pasukan" yang Solid dan Loyal (Pentingnya Budaya Tim)
Kang Mus sangat memahami bahwa kekuasaannya tidak terletak pada dirinya sendiri, melainkan pada kesetiaan dan kompetensi dari "pasukan" atau orang-orang kepercayaannya. Ia sangat pandai dalam menempatkan orang yang tepat di posisi yang tepat.
- Terjemahan di Dunia Startup: Sebuah startup, pada akhirnya, hanyalah tentang tim-nya. Lo bisa saja punya ide paling brilian di dunia, tapi jika lo tidak memiliki tim yang solid untuk bisa mengeksekusinya, ide itu tidak ada artinya.
- Membangun Budaya Software Engineering yang Kuat: Menciptakan sebuah lingkungan di mana para developer merasa diberdayakan, di mana ada psychological safety untuk bisa bereksperimen dan gagal, dan di mana ada sebuah proses kolaborasi (seperti code review) yang konstruktif.
- Menjaga Engagement Karyawan: Pemimpin yang hebat tidak hanya memikirkan metrik bisnis. Ia juga memikirkan "kesehatan" dari timnya. Sebuah studi dari Gallup secara konsisten menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan dengan tingkat engagement karyawan yang tinggi 23% lebih profitabel daripada perusahaan dengan tingkat engagement yang rendah.
Pilar #3: Seni "Pensiun" sebagai Sebuah Manuver Strategis, Bukan Sebuah Kekalahan
Ini adalah pelajaran paling jenius dari Kang Mus. Keputusannya untuk "pensiun" dari dunia premanisme bukanlah sebuah tanda kelemahan atau kekalahan. Justru sebaliknya. Itu adalah sebuah pivot strategis yang paling cerdas.
Ia sadar bahwa "pasar" premanisme sudah tidak lagi berkelanjutan. Ia melihat bahwa masa depan ada di tempat lain. Ia kemudian melakukan pivot dan mengalihkan seluruh energi dan sumber dayanya untuk bisa membangun sebuah "kerajaan" baru yang lebih sah dan lebih berkelanjutan: bisnis kicimpring.
- Terjemahan di Dunia Startup: Seorang founder yang hebat tidak boleh jatuh cinta secara buta pada ide awalnya. Ia harus memiliki kerendahan hati untuk bisa "mendengarkan" data dari pasar. Jika sebuah produk atau model bisnis terbukti tidak berhasil, ia harus memiliki keberanian untuk bisa melakukan pivot. Pivot bukanlah sebuah kegagalan. Ia adalah sebuah tanda dari kecerdasan dan kemampuan beradaptasi.
Galeri "Anak Buah": Mengenali Arketipe di Dalam Tim Digital Lo
Setiap pemimpin membutuhkan "pasukan"-nya. Dan Preman Pensiun memberikan kita galeri arketipe yang sangat kaya.
- Sang "Ujang Rambo" (The Ambitious Operator / COO): Ia adalah tangan kanan yang paling strategis. Ia mungkin tidak memiliki visi jangka panjang seperti sang pemimpin, tapi ia adalah seorang eksekutor yang luar biasa andal. Ia yang menerjemahkan visi besar menjadi rencana-rencana aksi yang konkret di lapangan.
- Sang "Murad & Pipit" (The Reliable Backend / Core System): Mereka adalah "otot"-nya. Mungkin tidak terlalu banyak berpikir strategis, tapi mereka luar biasa kuat, loyal, dan bisa diandalkan. Di dunia teknologi, mereka adalah sistem Backend Engineering lo—mungkin dibangun dengan PHP atau NestJS—yang terus bekerja 24/7 tanpa banyak mengeluh. Lo mungkin tidak selalu melihat mereka, tapi tanpa mereka, semuanya akan runtuh.
- Sang "Cecep" (The 10x Engineer with a Heart): Cecep adalah seorang petarung dengan skill level dewa, tapi ia juga rendah hati, analitis, dan seorang guru yang baik. Ia adalah arketipe dari seorang 10x engineer yang sesungguhnya. Ia tidak hanya mampu menyelesaikan masalah yang paling sulit sendirian, tapi ia juga mampu mengangkat level kemampuan dari seluruh tim di sekitarnya.
- Generasi "Toni" (The Arrogant Newcomer): Toni dan gengnya adalah representasi dari startup-startup baru yang arogan. Mereka datang dengan modal besar ("bekingan"), merasa bisa merebut "wilayah" hanya dengan kekerasan (strategi "bakar uang" yang membabi buta), dan tidak menghormati "aturan main" atau para pemain lama. Sejarah di Preman Pensiun (dan di dunia startup) membuktikan, model seperti ini jarang sekali bisa bertahan lama.
Studi Kasus: "Perebutan Wilayah" di Dunia Bisnis Digital Nyata
Kasus 1: "Gojek" vs. Ojek Pangkalan – Disrupsi Total Sebuah "Terminal"
Ini adalah contoh "perebutan wilayah" paling klasik di Indonesia. Ojek pangkalan adalah "penguasa" lama dari "terminal-terminal" di setiap sudut jalan. Mereka beroperasi dengan "aturan main" mereka sendiri.
Gojek tidak mencoba untuk melawan mereka dengan otot. Mereka datang dengan sebuah "senjata" baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya: teknologi. Sebuah aplikasi mobile, sebuah sistem backend yang canggih, dan sebuah model bisnis yang memberikan transparansi harga dan kemudahan pemesanan. Mereka tidak merebut "wilayah" secara fisik; mereka menciptakan sebuah "wilayah" digital baru yang jauh lebih superior, yang pada akhirnya membuat "wilayah" lama menjadi tidak relevan.
Kasus 2: "TikTok" vs. "Instagram" – Perang di "Lahan Parkir" Perhatian
Instagram (Meta) adalah "Kang Bahar" di dunia media sosial visual. Mereka adalah penguasa absolut dari "lahan parkir" perhatian audiens. Lalu datanglah TikTok, seorang "pendatang baru" dari China. "Senjata" mereka adalah sebuah algoritma API rekomendasi konten yang luar biasa adiktif.
Apa yang dilakukan oleh Instagram? Mereka tidak bisa hanya diam saja. Mereka melakukan sebuah manuver defensif: mereka "meniru" senjata utama TikTok dan meluncurkan Instagram Reels. Ini adalah sebuah pertarungan klasik untuk bisa mempertahankan "wilayah".
Filosofi "Kang Mus" dalam Manajemen Proyek di Nexvibe
Di Nexvibe, mereka secara sadar mengadopsi filosofi "Kang Mus" dalam mengelola proyek-proyek Software Engineering mereka, terutama dalam hal suksesi dan regenerasi.
Mereka memiliki sebuah program internal yang disebut "Cecep Mentorship Program". Dalam program ini, setiap engineer senior (yang dianggap sebagai "Cecep" karena skill teknisnya yang tinggi) diwajibkan untuk bisa mengalokasikan 10% dari waktu kerjanya setiap minggu hanya untuk satu hal: me-mentor dan melakukan pair programming dengan para developer junior di timnya.
Menurut data dari tim HR mereka, "Sejak program ini dijalankan secara konsisten, waktu yang dibutuhkan bagi seorang developer junior untuk bisa menjadi produktif secara mandiri berhasil dipangkas dari rata-rata 6 bulan menjadi hanya 3 bulan." Ini adalah sebuah investasi jangka panjang untuk bisa memastikan bahwa "kerajaan" mereka akan selalu memiliki "pasukan" yang siap tempur di masa depan.
Quote dari "Pensiunan" Dunia Preman (yang Jadi Pebisnis)
Seorang "mantan penguasa" fiktif (sebut saja Kang Idan) bisa berkata:
"Dulu, kami pikir kekuatan itu ada di kepalan tangan dan jumlah anak buah. Ternyata kami salah. Kekuatan yang sesungguhnya itu ada di dalam kepala: kemampuan untuk bisa melihat ke mana arah angin akan berhembus, dan keberanian untuk bisa 'pensiun' dari cara-cara lama sebelum angin itu meniup kita semua hingga hilang tak berbekas."
Kesimpulan: Di Dunia Digital, Lo Mau Jadi "Preman" atau Jadi "Pebisnis"?
Bro, Preman Pensiun adalah sebuah cermin raksasa yang sangat jujur bagi dunia bisnis kita. Ia mengajarkan kita bahwa "kekuasaan" atau dominasi pasar itu tidak ada yang abadi. Dunia akan terus berubah, dan hanya mereka yang paling cerdas dan paling mampu beradaptasi yang akan bertahan.
Warisan terbesar dari serial ini bukanlah tentang adegan-adegan perkelahiannya. Warisannya adalah tentang sebuah transformasi. Sebuah perjalanan dari mengandalkan "otot" menjadi mengandalkan "otak". Sebuah perjalanan dari menjadi seorang "preman" yang hanya bisa mengambil, menjadi seorang "pebisnis" yang bisa menciptakan.
Jadi, ini tantangan buat lo. Coba lihat lagi "wilayah" bisnis atau karier lo saat ini.
- Apakah lo masih terlalu banyak mengandalkan "otot"—seperti bekerja lebih keras secara membabi buta atau melakukan perang harga yang melelahkan?
- Ataukah lo sudah mulai menggunakan "otak" lo—membangun sebuah Digital Strategy yang cerdas, menciptakan sebuah budaya tim yang solid, dan berani untuk "pensiun" dari cara-cara lama yang sudah tidak lagi relevan?
Pilihan ada di tangan lo, bro. Karena di "terminal" digital yang semakin ramai ini, hanya ada dua nasib: menjadi sang penguasa, atau menjadi yang dikuasai.
